Sejarah Hari Santri Nasional 22 Oktober, Tema Tahun 2020 dan Budaya Halaqah
SMP Islam Integral Luqman Al-Hakim Batam - Hari Santri Nasional diperingati setiap tanggal 22 Oktober dan tahun ini bertepatan dengan besok, Kamis (22/10/2020).
Penetapan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 yang ditandatangani pada 15 Oktober 2015 di Mesjid Istiqlal Jakarta.
Hari Santri Nasional yang ditetapkan pada tanggal 22 Oktober merujuk pada satu peristiwa bersejarah yakni seruan yang dibacakan oleh pahlawan nasional KH. Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945.
Seruan ini berisikan perintah kepada umat Islam untuk berperang (jihad) melawan tentara sekutu yang ingin menjajah kembali wilayah Republik Indonesia pasca Proklamasi kemerdekaan.
Sekutu ini maksudnya adalah Inggris sebagai pemenang perang dunia II untuk mengambil alih tanah jajahan Jepang.
Sejarah Hari Santri Nasional
Dikutip dari situs resmi Pemerintah Kota Pariaman, Hari Santri Nasional tidak hanya merujuk pada komunitas tertentu, tetapi merujuk mereka yang dalam tubuhnya mengalir darah Merah Putih dan tarikan napas kehidupannya terpancar kalimat La ilaaha illa Allah.
22 Oktober 1945 dianggap sebagai resolusi jihad di mana santri dan ulama bersatu serta berkorban untuk mempertahankan Indonesia.
Saat itu Hasyim Asy’ari yang menjabat sebagai Rais Akbar Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) menetapkan resolusi jihad melawan pasukan kolonial di Surabaya, Jawa Timur.
Dan kondisi tersebut terlihat pada 21 dan 22 Oktober 1945 di saat pengurus NU Jawa dan Madura menggelar pertemuan di Surabaya.
Pertemuan tersebut dilakukan untuk menyatakan sikap setelah mendengar tentara Belanda berupaya kembali menguasai Indonesia dengan membonceng sekutu.
Lewat Resolusi Jihad, kaum santri memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia agar menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan, agama dan Indonesia, terutama terhadap pihak Belanda dan kaki-tangannya.
Bagi NU, baik Belanda maupun Jepang telah berbuat kezaliman di Indonesia dan resolusi ini membawa pengaruh yang besar. Bahkan, ada dampak besar setelah Hasyim Asy'ari menyerukan resolusi ini.
Hal ini kemudian membuat rakyat dan santri melakukan perlawanan sengit dalam pertempuran di Surabaya. Banyak santri dan massa yang aktif terlibat dalam pertempuran ini.
Perlawanan rakyat dan kalangan santri ini kemudian membuat semangat pemuda Surabaya dan Bung Tomo turut terbakar.
Hingga akhirnya perjuangan tersebut menewaskan pemimpin Sekutu Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby.
Mallaby tewas dalam pertempuran yang berlangsung pada 27-29 Oktober 1945. Hal inilah yang memicu pertempuran 10 November 1945.
Tema Hari Santri Nasional 2020
Tema Hari Santri Nasional 2020 adalah “Santri Sehat Indonesia Kuat". Isu kesehatan ini diangkat berdasarkan kondisi yang terjadi saat ini di dunia, termasuk Indonesia pada masa pandemi virus Corona COVID-19.
Pandemi COVID-19 di Indonesia telah ditetapkan oleh Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional.
Sementaran Kementerian Agama (Kemenag) dalam keterangan persnya menyebutkan, banyak pesantren yang telah berhasil melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan dampak pandemi Covid-19.
Modal utama pesantren adalah tradisi kedisiplinan yang selama ini diajarkan kepada para santri, serta keteladanan dan sikap kehati-hatian para ustadz dan pimpinan pesantren.
Mencetak walijah melalui halaqah
dikutip dari Hidayatullah.com
Bagi orang beriman, budaya halaqah adalah tradisi yang sudah dikenal sejak masa para sahabat hidup bersama Nabi.
Sejarah mencatat, Rasulullah mengawali halaqah dalam pembinaan para sahabat sejak di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam.
Halaqah yang dimaksud adalah kumpulan yang terdiri dari beberapa orang yang duduk melingkar untuk menuntut ilmu dan mempelajari agama.
Model menuntut ilmu semacam ini terus berkembang model dan jenisnya. Tercatat budaya halaqah kian tumbuh subur di masa Daulah Abbasiyah seperti yang tersebar kini di sejumlah pondok pesantren tradisional di Indonesia.
Dalam sistem halaqah tersebut, seseorang yang dianggap punya kompentensi ilmu lalu dipercaya sebagai murabbi (pembina halaqah) dan beranggotakan beberapa orang lainnya (mutarabbi). Biasanya anggota halaqah berjumlah sekitar 5-10 orang.
Istimewanya, sistem halaqah tersebut bukan hanya tempat menimba ilmu saja, tapi juga sebagai tempat mencetak orang-orang yang ingin menyempurnakan keimanan mereka.
Peran seorang murabbi dalam halaqah tidak hanya sebagai transformer (pemindah) ilmu namun juga berfungsi pencetak kader yang loyal terhadap Allah, Rasulullah, serta punya wala’ dan bara’ bersama orang-orang beriman lainnya.
Tugas besar sekaligus mulia itu tentu tidak mudah bagi setiap murabbi. Sebab ia harus melebur bersama para mutarabbi (binaan halaqah) dengan segenap hati, pikiran, dan perasaannya.
Dengannya, ia lalu dapat diterima, didengar dan dicintai oleh sesama anggota halaqah. Demikian itu sekaligus menjadi tahap seleksi yang membuktikan mana di antara anggota yang bersungguh-sungguh menjaga dan membangun komitmennya terhadap dakwah Islam.
Sejatinya dinamika yang terjadi dalam halaqah adalah miniatur suatu jamaah atau komunitas masyarakat. Olehnya tak salah, jika keluarga biasa disebut sebagai pondasi awal atau sekeping batu bata dalam membangun peradaban Islam, sedang halaqah adalah wadah dalam menjaga agar batu bata ini tetap teguh memikul tanggung jawab sebagai seorang mukmin.
Halaqah yang hanya terdiri dari beberapa anggota tersebut juga berfungsi menjadi wadah efektif mencetak walijah-walijah yang siap berjalan seiring dalam berdakwah dan membangun peradaban Islam.
Untuk itu diharapkan hati murabbi dan para mutarabbi bisa berpadu dalam suatu halaqah. Sejalan waktu, niscaya akan tersingkap anggota yang hanya ikut-ikutan atau sekedar turut ramai, misalnya.
Di saat yang sama, para walijah itu akan hadir membuktikan kesetiaan mereka. Sebuah komitmen yang tak hanya berdasar kepentingan materi, tapi murni sebagai pertautan hati yang terbangun semata karena iman.
Uniknya, masalah hati bukan urusan yang bisa dibuat atau dikarang begitu saja. Hati adalah perkara yang hanya bisa diatur oleh Allah. Dialah Zat yang dapat menautkan hati orang-orang beriman agar tetap istiqamah di jalan yang diridhai-Nya.
Hati-hati mereka lalu saling menjaga dan menasihati, saling mencintai serta mengikat janji setia dalam keadaan senang ataupun susah. Mereka siap mengorbankan jiwa dan raga demi dakwah dan kepentingan agama Islam.
Allah berfirman:
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً مَّا أَلَّفَتْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَـكِنَّ اللّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” (Surah al-Anfal [8]: 63).
Rep: Admin Humas
Editor: Mahdi Muntadzor


Post a Comment